Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Separatis yang Menolak Perjanjian Perdamaian dalam PKPU

Jika seseorang atau sebuah badan hukum dinyatakan dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh pengadilan, maka hal pertama yang harus dia lakukan adalah sesegara mungkin menyusun renca perdamaian. Akan tetapi, Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) tidak mengatur isi dan bentuk rencana perdamaian ini.

Apabila rencana perdamaian ini disetujui oleh mayoritas kreditor seperti yang diatur dalam Pasal 281 ayat (1) UU Kepailitan, dan ternyata ada kreditur separatis yang menolak rencana perdamaian tersebut, bagaimanakah perlakuan terhadap kreditur seperatis yang menolak rencana perdamaian itu?

Begini pembahasannya.

Menurut Pasal 281 ayat (1), Rencana perdamaian dapat diterima berdasarkan:

  1. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 termasuk Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut; dan
  2. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya (“kreditor separatis”) yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan dari Kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

Kemudian Pasal 286 UU Kepailitan mengatur bahwa Perdamaian yang telah disahkan mengikat semua Kreditor, kecuali Kreditor yang tidak menyetujui rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 281 ayat (2), dalam hal ini maksudnya adalah kreditor separatis. Adapun Pasal 281 ayat (2) mengatur bahwa Kreditor separatis yang tidak menyetujui rencana perdamaian diberikan kompensasi sebesar nilai terendah di antara nilai jaminan atau nilai aktual pinjaman yang secara langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan.

Dari uraian Pasal 286 dan Pasal 281 ayat (2) ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kreditur separatis yang menolak rencana perdamaian tidak terikat pada perjanjian perdamaian yang disahkan. Selanjutnya untuk kreditur separatis yang menolak itu, debitur wajib memberikan kompensasi. Besaran kompensasinya berapa? Tergantung mana yang lebih kecil apakah nilai jaminan atau nilai actual pinjaman yang dijamin dengan hak agunan.

Pertanyaan berikutnya adalah, kapan debitur wajib membayarkan kompensasi kepada kreditur yang menolak perdamaian? UU kepailitan sendiri tidak mengaturnya. Ketiadaan tenggat waktu ini menjadi celah yang sering dimanfaatkan oleh debitur untuk menekan kreditur agar menyetujui rencana perdamaian. Dengan cara, debitur memasukkan pasal dalam perjanjian perdamaian yang mengatur bahwa pembayaran utang kepada kreditur separatis yang menolak perdamaian dilakukan setelah lunasnya semua pembayaran kepada kreditur baik preferen, separatis dan konkuren. Karena membaca pasal seperti ini, tentunya kreditur separatis jadi berfikir 2 kali untuk menolak rencana perdamaian.

Namun bila dicermati, sebenarnya klausul seperti itu akan kehilangan relevansi dan daya mengikatnya. Karena menurut Pasal 286 UU Kepailitan, kreditur separatis yang menolak perdamaian tidak terikat dengan perdamain, jadi pasal seperti itu juga tidak akan berlaku bagi kreditur separatis yang meolak perdamaian.

Kembali ke pertanyaan kapan debitur wajib membayarkan kompensasi seperti yang dimaksud Pasal 281 ayat (2)? Menurut saya jawabannya adalah kapanpun setelah perdamaian disahkan. Lalu bagaimana jika debitur tidak membayarkan kompensasi itu? Dengan tidak mengikatnya perdamaian bagi kreditur separatis yang menolak perdamaian, maka hubungan hukum yang mengikat debitur dan kreditur adalah perjanjian kredit dan dengan demikian maka kreditur berhak melaksanakan hak-haknya berdasarkan perjanjian kredit termasuk melakukan eksekusi jaminan.

Jadi, dengan demikian semestinya jika kompensasi sebagaimana dimaksud Pasal 281 ayat (2) tidak dibayarkan oleh debitur, maka kreditur yang menolak perdamaian dapat melaksanakan hak-haknya berdasarkan perjanjian kredit termasuk melakukan eksekusi jaminan.

Demikian semoga bermanfaat.

Bahashukum.com by Armanda Pransiska S.H

Semua tulisan di bahashukum.com semata-mata ditujukan sebagai bahan edukasi, bukan pemberian konsultasi hukum.

Untuk berdiskusi lebih lanjut, silakan hubungi advokat kami melalui email armanda.pransiska@bahashukum.com.