Kita sering mendengar istilah pemblokiran rekening yang dilakukan oleh Bank. Sebab musababnya bisa banyak. Bisa karena kartu ATM hilang, kartu ATM tertelan di mesin ATM, atau karna salah input PIN mobile banking. Tapi bukan blokir seperti itu yang ingin dibahas di tulisan ini. Tulisan ini hanya ingin membahas blokir rekening yang dilakukan bank dalam konteks pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang seperti yang diatur UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), berikut aturan-aturan turunannya yang dibuat oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Jika kita diduga melakukan tindak pidana, atau rekening kita dilaporkan orang atau PPATK untuk menampung uang hasil tindak pidana, dalam konteks hukum pencucian uang, yang selama ini kita tahu adalah rekening kita diblokir oleh Bank. Tapi bisa jadi perbuatan hukum yang dilakukan oleh bank terhadap rekening kita bukanlah pemblokiran, bisa jadi itu adalah penundaan transaksi, atau bisa juga penolakan transaksi atau penghentian transaksi. Sepintas semuanya sama saja, yakni kita tidak bisa bertransaksi menggunakan rekening itu. Lalu apa perbedaannya? Masing-masing tindakan ini diatur dalam UU TPPU berikut turunannya di peraturan PPATK dan Peraturan OJK, mari kita bahas satu per satu.
Tapi sebelum masuk ke pembahasan pemblokiran, penundaan transaksi, penolakan transaksi, penghentian sementara transaksi, saya ingin terlebih dahulu mengajak agar kita kembali mengingat bahwa uang yang ada di dalam rekening kita adalah harta kekayaan kita yang dihormati dan dilindungi oleh negara. Konstitusi kita sendiri, yakni UUD 1945 di Pasal 28G ayat 1 menjamin bahwa: “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Bahkan Pasal 28H ayat 4 UUD 1945 lebih tegas lagi menjamin kalau “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenangwenang oleh siapa pun”.
Dari kedua pasal konstitusi di atas, kita bisa tahu alasan mengapa negara tidak boleh semena-mena menyita dan merampas harta kita yang ada di bank atau di tempat lain. Semunya harus melewati proses peradilan dengan pembatasan dan pengawasan yang ketat, semua semata-mata karena negara menghormati harta benda dan hak milik pribadi setiap orang. Kedua pasal di atas, juga yang menjadi sebab, mengapa pemblokiran harta kekayaan dibatasi hanya sampai 30 kerja hari saja.
Lebih lanjut kita bahas di sini.
Pemblokiran Rekening
UU TPPU sendiri tidak membuatkan definisi yang tegas tentang apa itu pemblokiran rekening, yang ada malah Pemblokiran Harta Kekayaan. Namun konteksnya sama saja, karna saldo rekening kita adalah harta yang kita titipkan kepada bank.
Pasal 71 UU TPPU bilang kalau Penyidik, penuntut umum atau hakim berwenang memerintahkan Pihak Pelapor untuk melakukan pemblokiran Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dari: a. Setiap Orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik; b. tersangka; atau c. terdakwa.
Untuk memberikan latar belakang, yang dimaksud Pihak Pelapor di sini, kata Pasal 17 UU TPPU adalah bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi dan seterusnya, total ada 21 jenis.
Dari Pasal 71 ayat (1) itu jelas ditentukan bahwa pihak yang bisa meminta atau memerintahkan pemblokiran adalah apparat penegak hukum yakni penyidik, penuntut umum, atau hakim. Dan rekening yang bisa diblokir juga bukan sembarangan rekening, tapi terbatas pada rekening milik Orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik, tersangka, atau terdakwa. Jika seseorang bukan termasuk di antaranya dan tidak ada permintaan dari aparat penegak hukum, maka bank tidak boleh sembarangan memblokir rekeningnya.
Seperti yang sudah disampaikan di atas, pemblokiran ini ada batas waktunya. Kata Pasal 71 ayat (3) UU TPPU hanya sampai 30 hari kerja. Jika batas waktunya sudah lewat, Bank harus mengakhiri pemblokiran. Selama diblokir, harta kekayaan yang diblokir harus tetap berada pada pihak pelapor, dalam artian isi saldo rekening yang diblokir tidak boleh ditransfer keluar.
Penundaan Transaksi
Penundaan Transaksi adalah tindakan penyedia jasa keuangan untuk tidak melaksanakan Transaksi atas inisiatif sendiri ataupun atas perintah penyidik, penuntut umum, atau hakim. Jadi sesuai definisinya, lingkup penundaan transaksi di sini hanya sebatas transaksi, bukan keseluruhan rekening. Sementara itu, inisiatif penundaan transaksi bisa datang dari penyedia jasa keuangan sendiri atau bisa juga dari aparat penegak hukum.
Penundaan Transaksi hukumnya adalah sunah apabila atas inisiatif penyedia jasa sendiri.
Pasal 26 ayat (1) UU TPPU bilang, Penyedia Jasa Keuangan dapat melakukan penundaan transaksi dalam hal:
a. Nasabah atau WIC melakukan transaksi yang diketahui dan/atau patut diduga menggunakan harta kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana;
b. Nasabah diketahui dan/atau patut diduga memiliki rekening untuk menampung harta kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana; dan/atau
c. Nasabah atau WIC diketahui dan/atau patut diduga menggunakan dokumen palsu.
Namun demikian, kata Pasal 70 ayat (4) UU TPPU, Penundaan transaksi menjadi wajib hukumnya jika diminta/diperintah oleh PPATK, penyidik, penuntut umum atau hakim. Pelaksanaannya pun harus dilakukan sesaat setelah lembaga jasa keuangan menerima surat permintaan/perintah penundaan transaksi dari PPATK atau aparat penegak hukum.
Penundaan transaksi baik yang atas perintah apgakum maupun atas inisiatif penyedia jasa keuangan sendiri, wajib dituangkan dalam berita acara dan salinan berta acaranya wajib diberikan kepada pengguna jasa/nasabah.
Durasi penundaan transaksi juga dibatasi hanya selama 5 hari kerja. Jika penundaan transaksi sudah mencapai hari kelima, penyedia jasa keuangan harus memutuskan akan melakukan transaksi atau menolak transaksi tersebut. Akan tetapi, UU TPPU tidak merinci bentuk konkret dari melakukan transaksi dan menolak transaksi. Bentuk penolakan transaksi akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini.
Penolakan Transaksi
Selain sebagai tindaklanjut dari penundaan transaksi sebagaimana telah dijelaskan di atas, penolakan transaksi juga bisa dilakukan oleh penyedia jasa keuangan karena sebab-sebab lain, seperti yang disebutkan Pasal 49 ayat (3) POJK No. 8 Tahun 2023, yakni jika nasabah:
a. tidak memenuhi ketentuan identifikasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 33;
b. diketahui dan/atau patut diduga menggunakan dokumen palsu;
c. menyampaikan informasi yang diragukan kebenarannya;
d. berbentuk shell bank atau bank umum atau bank umum syariah yang mengizinkan rekeningnya digunakan oleh shell bank;
e. memiliki sumber dana transaksi yang diketahui dan/atau patut diduga berasal dari hasil tindak pidana; dan/atau
f. terdapat dalam DTTOT dan/atau DPPSPM.
Hanya saja, baik UU TPPU maupun POJK No. 8 Tahun 2023 tidak memberikan penjelasan lebih lanjut seperti apa tindakan yang harus dilakukan oleh Bank untuk menolak transaksi. Bentuk tindakan konkret penolakan transaksi dijelaskan oleh Peraturan PPATK No. 18 Tahun 2017, yakni di Pasal 14 ayat (7), sebagai berikut:
a. mengembalikan kepada rekening pengirim;
b. mengembalikan kepada penyetor atau pemilik dana sebagai korban dalam hal penyetoran dilakukan secara tunai; atau
c. tidak melaksanakan Transaksi.
Jadi, kalau tiba-tiba rekening anda tidak bisa dipakai, seperti tidak bisa transfer, tidak bisa menerima transfer dan/atau tidak ditarik tunaki, coba tanyakan ke banknya, apakah rekening anda diblokir, ditunda transaksi, atau ditolak transaksinya? Lalu juga tanyakan, sejak kapan?
Bahashukum.com by Armanda Pransiska S.H
Semua tuisan di bahashukum.com semata-mata ditujukan sebagai bahan edukasi, bukan pemberian konsultasi hukum.
Untuk berkonsultasi lebih lanjut, silakan hubungi advokat kami melalui nomor 085376090825 atau email armanda.pransiska@bahashukum.com.
© 2025 bahashukum.com