Anda tentu sering mendengar berita tentang kasus pemalsuan uang. Berita terakhir yang menghebohkan satu negara adalah kasus pabrik uang palsu di dalam lingkungan universitas negeri. Aktifitas memalsukan uang tersebut kini sudah ditangani oleh aparat penegak hukum.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang ("UU Mata Uang"), memberikan ancaman sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 10 Miliar kepada setiap orang yang memalsu rupiah. Tak hanya memalsu, orang yang menyimpan uang rupiah yang diketahuinya palsu juga diancam dengan sanksi pidana yang sama.
Tapi tahukah anda, kalau ternyata selain melarang rupiah palsu, UU Mata Uang juga melarang setiap orang untuk membuat, menyimpan, mengedarkan dan/atau membelanjakan rupiah "Tiruan". Lalu apa bedanya "Rupiah Palsu" dengan "Rupiah Tiruan"?
Pasal 1 angka 8 UU Mata Uang mendefinisikan Rupiah Tiruan adalah "suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan/atau desainnya menyerupai Rupiah yang dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, atau diedarkan, tidak digunakan sebagai alat pembayaran dengan merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara."
Sedangkan definisi "Rupiah Palsu" ada di Pasal 1 angka 9 yakni: "suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar, dan/atau desainnya menyerupai Rupiah yang dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, diedarkan, atau digunakan sebagai alat pembayaran secara melawan hukum."
Jadi berdasarkan definisi di atas, perbedaan dari kedua rupiah tiruan dengan rupiah palsu terletak pada tujuan penggunaannya. Jika ia tidak digunakan sebagai alat pembayaran dengan merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara, maka rupiah KW jenis ini masuk definisi Rupiah Tiruan. Sementara jika ia digunakan sebagai alat pembayaran secara melawan hukum, maka dia masuk Rupiah Palsu.
UU Mata Uang melarang semua orang untuk membuat kedua rupiah KW ini dan memberikan ancaman pidana terhadapnya. Hanya saja pembuatan Rupiah Palsu diancam dengan pidana yang lebih berat.
Menurut Pasal 34 UU Mata Uang, setiap orang yang meniru rupiah dan menyebarkan atau mengedarkan rupiah tiruan diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak 200 juta rupiah.
Sementara, memalsukan rupiah diatur dalam Pasal 36 UU Mata Uang dengan ancaman hukuman yang berbeda-beda sesuai karakteristik perbuatannya.
Membuat dan menyimpan rupiah palsu diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 10 Miliar. Sementara mengedarkan dan/atau membelanjakan, membawa atau memasukkan Rupiah Palsu ke luar dan/atau dalam wilayah Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak 50 Miliar. Lebih jauh, setiap orang yang mengimpor atau mengekspor Rupiah Palsu diancam pidana penjara paling lama seumur hidup dan denda paling banyak Rp. 100 Miliar.
Lalu bagaiman dengan mesin dan bahan baku untuk membuat uang Rupiah Palsu? Pasal 37 mengatur kalau Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan mesin, peralatan, alat cetak, pelat cetak atau alat lain dan bahan baku Rupiah Palsu juga diancam pidana penjara paling lama seumur hidup dan denda paling banyak Rp. 100 Miliar.
Bahashukum.com by Armanda Pransiska S.H
Semua tulisan di bahashukum.com semata-mata ditujukan sebagai bahan edukasi, bukan pemberian konsultasi hukum.
Untuk berdiskusi lebih lanjut, silakan hubungi advokat kami melalui email armanda.pransiska@bahashukum.com.
© 2025 bahashukum.com